tips nulis fiksi by: adhitya mulya


Kritik

Percaya atau nggak, gua suka kalo karya gua dikritik. Gua suka, karena menurut gua, membuat sebuah karya itu sering kali kita silap-silap sedikit dan akhirnya menghasilkan karya yang tidak sempurna. Orang mengkritik karya kita karena mereka berhasil mendeteksi apa yang kita gagal deteksi. Itu adalah pembelajaran. Kalo kita gak suka dikritik, kita akan sulit menjadi penulis yang lebih baik lagi utk karya kedua kita.

Memang terdengar sempurna sekali untuk bisa senang sama kritik. Tapi percayalah gua butuh waktu yang lama untuk belajar senang sama kritik. Gua mulai nyadar ketika gua menimbangnya dan sadar bahwa kritik itu ada benarnya.

Beberapa penulis yang gua kenal sangat defensif dengan karyanya. Gua kritik satu hal tentang alur, seribu alasan mengular menjelaskan ini itu. Terus dengan sopan gua bilang, kalo gitu, kenapa alasan ini itu yang lu baru bilang, gak lu masukin di buku?

Dia bilang, lha pembaca harusnya ngerti dong.

Dari mana kata harus? Kalo karya kita gak jelas alurnya, ya kita ditinggal pembaca. Benar bahwa penulis yang menghibur adalah penulis yang meninggalkan ruang untuk imajinasi pembaca. Tapi itu di sektor-sektor seperti interpretasi karya, interpretasi tokoh, deskripsi dan lainnya. Tapi alur? Alur ya harus jelas kalo nggak, ya gimana pembaca bisa ngerti jalan ceritanya?

Berikut adalah tips-tips gua untuk menghadapi kritik:

1. Dengarkan baik-baik dan berterima kasih pada orang itu
Suatu hari gua pernah gak mau mengakui kesalahan yang bos gua deteksi dalam kerja. Dia bilang gini:

Tuhan menciptakan 1 mulut karena cukup 1 mulut untuk membuat orang lain sakit hati.
Tuhan menciptakan 2 telinga karena bahkan 2 pun orang sering gak mau denger.


Kebanyakan kritik memang valid dalam mendeteksi ketidaksempurnaan karya kita. Anggap itu sebagai pelajaran lu bisa milih untuk belajar dari kritik itu atau mau PD aja dengan diri sendiri. Yang bijak adalah bersikap imbang dan bijak. Tetap percaya diri DAN mendengarkan mereka. Karena inat satu hal:
Percaya diri boleh tapi diri ini pun tidak sempurna. Makanya kita juga harus percaya dengan orang lain juga karena siapa tahu kritik mereka berharga.

2. Kritik bisa juga datang dari perbedaan selera
Setelah menerima kritik, cerna baik-baik dan mulai pilah apa basis dari kritik itu. Kenapa pembaca X tidak suka? Di beberapa kasus, dia tidak suka hanya karena memang bukan selera kita. Makanya dari awal kita jangan defensif. Lha wong selera orang kan beda-beda dan gak mungkin kita bisa puasin semua. Dan gak mungkin 1 orang karya bisa memuaskan semua orang di dunia ini. Paolo Coelho cuman bisa memuaskan 11 juta pembaca. Dan Brown aja cuman bisa memuaskan 24 juta pembelinya. Gua baru baca 1 buku yang bisa memuaskan semua orang. Judulnya Al Quran.

Intinya: mau sampe jidat lu mekar, akan selalu ada pembaca yang kecewa. Sikapi ini dengan bijak juga. Jangan sampe terlena berlindung di kalimat 'ah itu kan selera mereka. selera gua beda'. Iya, kalo nulis gak untuk dibaca orang buat apa, ayam.

3. Gak Mau dikritik? Bikin feedback system SEBELUM karya itu jadi
Ini sudah gua singgung panjang lebar di posting sebelumnya. Secara mengejutkan banyak penulis yang tidak tahu bahwa melakukan ini sangat penting. Lebih parah lagi, banyak penulis yang nyadar akan pentingnya, tapi malas/takut melakukannya. Banyak juga yang buru-buru pengen cetak aja. Pada akhirnya buku yang diterbitkan kurang maksimal. Kenapa banyak yang gak tahu?

Pada prinsipnya, buku adalah karya seni. Pada kenyataannya, buku adalah produk yang dicetak massal ribuan kopi yang mutunya harus cukup bagus unutk mendatangkan profit.

Fact: BANYAK penulis yang bukunya, saking gak kebeli sama orang, ditarik ke penerbit dan akhirnya dikiloin ke pabrik kertas. Lu pada gak tau aja. Sadis kan bos?

Fact: Setiap produk selalu dites sebelum dipasarkan. Mobil, motor, semuanya ditabrakin ke tembok dulu sebelum dijual.

Mending bikin crash test dummies, sebelum kita terlihat seperti penulis dummy.


Nah feedback system juga memberikan efek yang sama. Tentang bagaimana caranya kita bisa baca di posting gua sebelumnya.

4. Bawel amat sih? Lu bisa gak bikin buku kek gua?
Jangan pernah sekali-sekali talk back kalimat itu kepada orang yang ngritik kita.
Itu hanya menjadi bukti bahwa kita gak bisa berjiwa besar.

Gua akui memang terkadang ada orang yang sinikal dan najis bener dalam mengritik. Tapi tetep aja. Itu hak mereka. Kita boleh gak setuju dengan apa yang mereka ucapkan tapi kita harus menghormati kebebasan ucapan mereka.

Terkadang orang sangat mudah beropini tentang karya orang. Padahal mereka gak tahu apa yang terjadi di belakang layar. Tanpa tahu perjuangan yang dihabiskan seorang penulis/sutradara dalam membuat karyanya. Mereka dengan mudahnya datang, duduk, membaca/menonton karya kita sebentar dan berkomentar panjang lebar dan pedas.

Yang ada dalam pikiran pembuat karya biasanya langsung defensif dan memang itu yang mereka bilang 'ah, dia gak tau aja ceritanya.'

But you know what? they dont have to. Mereka penikmat. dan kita bikin buku tujuannya kan untuk dinikmati orang. Kalo kita gak kuat dikritik, kalo gua bilang dont bother jadi penulis. Kritik yang kita dapatkan dari pembaca kita masih mending ketimbang komunitas chef di Eropa. Yang karirnya bisa bener-bener habis karena dikritik oleh food critique. Food critique to malah bisa jadi profesi di sana. Jadi industri kuliner internasional sudah membuat sistem di mana karir food critique directly impacts karir dari chef. Chefnya bisa dipecat, diblack list, di de el el ketika menerima review buruk.

So you see, sepahit-pahitnya orang ngasih kritik, adalah hak mereka untuk ngasih.

Gua mau cerita tentang temen gua, salah satu sutradara terbaik Indonesia. Dia adalah jurnalis yang mengritik karya sutradar senior. Si senior bilang 'Belagu amat si loh. Mana buktiin sama karya lu? Ternyata karya sutradara muda ini lebih keren.

Yuuuukk.

5. Tingkat penerimaan orang itu beda-beda
Ibadah terbak dari menulis buku adalah menginspirasi orang dalam segala aspek.

Dari banyak review Travelers Tale yang ada, rata-rata pembaca yang belum cukup sering travel bilang buku ini inspiring dan membangkitkan semangat travel mereka. Tapi di sebuah forum backpacker, buku ini mereka rasa sangat biasa. Itu jelas dan kita jangan marah karena bisa jadi mereka lebih sering travel dari kita. Bahkan mungkin perjalanan-perjalanan yang kita rekam dalam buku itu hanya kelas teri dari pengalaman mereka. Perbedaan tingkat penerimaan ini biasa terjadi dan kita harus terima itu.

Sama aja dengan kita nulis novel fiksi tentang pekerja tambang. Orang non tambang gak masalah, orang pekerja tambang yang baca mungkin bisa bilang 'ini gak realistik', kalo risetnya gak bagus.

6. Don't take it personally
Ini yang paling penting. Jangan terlalu di ambil hati.
- Dengarkan dengan bijak
- Timbang dengan imbang. Jika memang valid terima. Jika tidka, maka itu perbedaan selera aja.
Waktu jomblo ditolak 2 kali oleh editor yang sama gua sakit hati bener sama editor itu. Tapi gua dengerin banget input dia. Salahnya gua, gua masih jutek sma dia. Makanya ketika Jomblo diterima masyarakat dengan baik, gua masih jutek. Setelah beberapa lama, gua baru nyadar bahwa Jomblo gak akan diterima masyarakat sebaik itu jika gak ada input dari dia. Sekaran gua ilang kontak dengan dia dan kalo ketemu, sumpeh lo pengen gua jabat tangan dia dan bilang terima kasih.

Gua juga punya pengalaman yang gak enak MENG-kritik orang. Gua itu kalo ngritik, sama sih, terkadang sangat dingin dan kadang bisa najis juga.

Gak usah orang lain, istri gua aja gua bikin nangis.

Suatu hari katakanlah X, datang ke gua membawa draftnya dan minta kritik gua. ya udah, gua kritik dong ya gak?

Kritik yang gua berikan ternyata diterima sebagai kategori 'bantai'. Padahal gua ngritiknya keras dan bagus dan detil. Kalo orang ngeritik itu kebanyakan 1 kalimat 2 kalimat. gua panjang bener pake bullet points.
- Kamu buruk di sini situ
- Kamu bisa perbaiki dengan cara itu ini.

Dia sempet bilang 'saya ini udah pengalaman lho, sering nulis utk surat kabar daerah'

gua 'Gak penting. Itu skala daerah. Kalo buku dicetak, itu skala nasional. Kolam tantangannya berlipat. Mutu yang ditampilkan harus berlipat.'

Selesai di situ. Abis itu dia gak dateng lagi ke gua dan tetap menerbitkan bukunya. Good for her. Apakah nasihat gua dia terima? I don't know and I don't care. Yang penting dia udah minta kritik gua kasih kritik DAN pointers.

Masalahnya dia itu ambil hati banget. Sampe dia nulis emai ke gua ketka bukunya jadi tebit mengesankan to prove that I am wrong. Gak sampe situ aja, suatu hari dia diwawancara surat kabar dan bilang bahwa GUE sempat ngebuat dia terpukul dan gak berani buka laptop 3 hari.

Nih ya,
1. Gua gak minta dia kirim draft ke gua
2. Dia minta kritik gua kasih
3. Dia gak minta pointers gua kasih
4. Gua udah luangin waktu gua untuk dia

What do I get? Gua malah dirub on face seperti itu.

Makanya dari saat itu gua menetapkan beberapa hal:
1. gua gak mau ngasih kritik meski diminta
2. gua gak mau ngasih back cover comment

Banyak orang yang kekurangannya tersirat dalam tabir dan menyalahkan orang-orang yang membantu dengan membuka tabir itu. Jangan pernah seperti itu.

7. Kritik bermuatan jealousy
Tadinya gua gak sadar bahwa ada hal seperti ini. Soalnya dari awal gua nerbitin dengan penuh kesadaran bahwa gua bukan penulis tebaik di dunia. Jadi gua gak ge-er2 amat untuk mematok bahwa kalo ada orang ngeritik, itu karena mereka sirik.

Tapi ada satu sample yang jelas sekali datang ke jalan gua suatu hari. Waktu jomblo baru 6 bulan terbit, penerbit gua langsung mencari novel-novel sejenis dan memasarkannya. Penerbit lain langsung mengritik bahwa penerbit gua adalah penerbit komersil yang terbitannya termasuk jomblo, gak layak disebut karya sastra.

Lucunya, penerbit yang nolak gua ketika gua bilang 'mbak, konsep saya adalah buku sebagai mediu mhiburan, bukan saja sebagai medium karya sastra', segera memburu draft-raft bernada hiburan dan mereka lah yang membanjiri toko buku dengan oversupply buku.

Kebanyakan kritik yang bermuatan jealousy adalah kritik yang keluar dari orang yang berpikir 'Shit, why didn't I think of that?'

Well there you have it. How to manage kritik.




XML